Padawaktu kedua kakak beradik itu tiba di sana. Keadaan alam di sekitarnya amat buruk. Hujan turun deras disertai angin ribut. Bumi terasa bergetar karena sedang menyaksikan Atu Belah menelan manusia. Setelah semua reda, dengan hati hancur luluh kedua kakak beradik itu hanya dapat melihat rambut ibunya yang tidak tertelan Atu Belah.

Pernahkah kamu mendengar cerita legenda Batu Belah Batu Bertangkup dari Aceh? Kisah tersebut memiliki pesan moral yang cukup baik untuk buah hati tersayang. Kalau penasaran, cek artikel ini dan dapatkan juga unsur menariknya!Kalau kamu sedang mencari cerita yang memiliki pesan moral yang baik untuk buah hati tercinta, cobalah baca legenda Batu Belah Batu Bertangkup dari Aceh ini. Melalui kisahnya, kamu bisa mengajarkan si kecil untuk lebih berbakti kepada kedua orang kisah dan pesan moralnya, akan lebih baik kalau kamu juga mengetahui unsur intrinsik lainnya. Sesudahnya, mengetahui beberapa fakta menarik di balik kisahnya bisa membuat pengetahuanmu jadi semakin penasaran, kan? Langsung saja simak cerita rakyat Batu Belah Batu Bertangkup dari Aceh di artikel ini dan dapatkan juga ulasan menariknya!Cerita Rakyat Batu Belah Batu Bertangkup Sumber Batu Belah Batu Bertangkup – Koleksi Cerita Melayu Klasik Pada zaman dahulu kala, di sebuah dusun di Gayo, Aceh, hiduplah satu keluarga petani yang miskin. Mereka hanya memiliki satu petak kecil ladang yang tak bisa menghidupi mereka sepenuhnya. Meskipun mereka juga memiliki dua ekor kambing, ternak tersebut kurus dan sakit-sakitan. Demi bisa menyambung hidup, mereka menjala ikan di sungai Krueng Peusangan atau memasang jerat burung di hutan. Hasil ikan atau burung yang terjerat dalam perangkap kemudian dijual di kota. Pada suatu hari, terjadi musim kemarau dahsyat dalam kurun waktu yang lama. Hal tersebut menjadikan sungainya kering dan tanaman meranggas. Keluarga petani pun merasa sedih dan kebingungan. Tak hanya tanaman-tanaman di ladang mati, tapi mereka juga tak bisa mencari ikan di sungai. Sang istri petani pun mencari cara untuk bisa membantu menghidupi keluarganya. Terkadang, ia membuat sebuah periuk dari tanah liat di pinggir sungai, lalu menjualnya ke kota. Namun, tetap saja penghasilannya tidak terlalu banyak. Petani tersebut memiliki dua orang anak. Sang sulung berumur delapan tahun, sementara si bungsu masih berusia satu tahun. Sang sulung memiliki sifat sangat nakal dan tidak sopan. Ia sering merengek kepada kedua orang tuanya untuk meminta uang, tanpa mempedulikan apakah mereka memiliki uang lebih atau tidak. Lebih parahnya lagi, ia tak pernah mau menjaga adiknya dan justru bermain sendiri tanpa memedulikan apa yang tengah dilakukan sang bungsu. Bahkan, si bungsu pernah nyaris tenggelam di sebuah sungai karena tidak diawasi olehnya. Menggembalakan Kambing Suatu hari di musim kemarau, keluarga petani tersebut sudah tidak memiliki uang sama sekali. Mau tak mau, mereka harus menjual salah satu kambing ternak. Namun karena terlalu kurus, sang ayah khawatir tak akan ada orang yang mau membelinya. Setelah dipikirkan baik-baik, ia pun berencana untuk menggembalakan kambing tersebut di padang rumput agar bisa makan banyak dan menjadi lebih gemuk. Ia lalu meminta putra sulungnya untuk melakukan tugas itu. Sayangnya, si sulung adalah anak yang pemalas. Meskipun mengiyakan perintah sang ayah, bukan berarti ia akan melaksanakannya dengan baik. “Untuk apa aku menggembala jauh-jauh sampai ke padang rumput?” pikir si sulung, “lebih baik aku di sini saja agar bisa tidur di bawah pohon!” Benar saja, ia hanya membiarkan kambingnya berkeliaran bebas kemudian tidur di bawah pohon yang rindang sampai sore tiba. Ketika bangun dari tidurnya, kambing yang ia gembalakan sudah hilang. Bukannya berusaha untuk mencarinya, ia justru langsung pulang ke rumah. “Mana kambingnya, Sulung?” tanya ayahnya. Tanpa berpikir panjang, si sulung berdusta. “Maafkan aku, Ayah! Kambingnya hanyut di sungai.” Tentu saja ayahnya marah bukan main. Ia juga merasa sedih karena mereka sudah tak memiliki apa-apa untuk makan esok hari. Di tengah kebingungannya, ia pun memutuskan untuk berangkat ke hutan mengecek jeratan yang ia pasang hari sebelumnya. Akhir Hayat Sang Ayah Sesampainya di hutan, bukan main senangnya sang ayah ketika mendapati seekor anak babi hutan terjerat dalam jebakannya. Ia langsung berpikiran untuk menjual mahal babi hutan tersebut dan bisa membeli beras untuk keperluan makan selama satu minggu. Ia lalu melepaskan jerat yang mengikat kaki si anak babi hutan. Namun, mendadak dari arah semak belukar muncul dua bayangan hitam yang menyerbu sang petani dengan penuh amarah. Belum sempat melakukan sesuatu, dirinya sudah terkapar di tanah dengan tubuh penuh luka. Rupanya dua bayangan hitam itu adalah induk si anak babi hutan yang tengah marah karena anaknya ditangkap. Sang petani pun berusaha bangkit kemudian mencabut parangnya untuk melawan keduanya. Namun, nasib sang petani begitu malang. Parangnya yang sudah aus justru patah menjadi dua. Babi hutan pun menjadi semakin marah dan bersiap menyeruduknya. Petani tersebut pun lari tunggang langgang. Ketika melihat sebuah sungai kecil, ia berusaha untuk melompat. Namun, malang bagi sang petani, ia terpeleset dan akhirnya jatuh hingga kepalanya terantuk batu. Pada akhirnya, ia tewas tanpa diketahui oleh anak dan istrinya. Baca juga Legenda Gunung Kelud, Kisah Pengkhianatan Diah Ayu Beserta Ulasan Lengkapnya Segenggam Beras dan Periuk Harapan Di sisi lain, sang istri petani tengah memarahi putra sulungnya karena membuang segenggam beras terakhir yang mereka miliki ke dalam sumur. Hatinya pun diliputi kekecewaan. Ia tak menduga putra yang dikandungnya selama sembilan bulan itu kini tumbuh menjadi anak yang menyusahkan kedua orang tuanya. Karena sudah tak memiliki simpanan beras lagi, sang istri berniat untuk menjual periuk yang baru saja ia buat ke pasar. Ia pun meminta putra sulungnya untuk mengambilkan periuk yang masih ia jemur di belakang rumah. “Sulung, tolong ambilkan periuk tanah liat yang sudah ibu keringkan di belakang rumah! Nanti ibu akan menjualnya ke pasar. Ketika nanti ibu ke pasar, jagalah adikmu karena ayahmu belum pulang,” pinta sang istri petani. Ketika mendengarnya, sang putra sulung merasa kesal. Bukannya menuruti perintah sang ibunda, ia justru menggerutu sendiri. “Untuk apa aku mengambil periuk itu? Lagipula kalau nanti ibu pergi ke pasar, aku harus menjaga si bungsu dan nggak bisa pergi bermain! Malas sekali rasanya! Lebih baik aku pecahkan saja periuknya!” gerutu si sulung. Kemudian, ia pun membanting periuk tanah liat yang akan dijual sang ibunda. Ketika mendengar suara periuk yang pecah, bukan main terkejutnya sang ibunda. Ia pun langsung pergi ke belakang rumah dan mendapati periuk yang telah pecah berkeping-keping di lantai. “Astaga, sulung! Tidak tahukah kamu kalau kita semua butuh makan? Kenapa kamu justru menghancurkan harta terakhir kita?” tanya sang ibunda dengan penuh air mata. Belum Ada Kapoknya Namun, tak ada penyesalan sama sekali dari dalam diri si sulung. Ia bahkan menjadi semakin nakal. Karena makanan yang tersisa di dapur hanyalah pisang, maka sang ibunda pun menyajikannya untuk makan siang kedua buah hati. Melihat pisang tersebut, si sulung marah dan menolak makan. “Aku kan bukan bayi lagi! Aku nggak mau makan pisang! Aku maunya nasi dengan gulai ikan!” teriak si sulung sambil membanting piringnya ke tanah. Mendengar hal itu, sang ibunda hanya bisa mengelus dadanya dengan penuh kesedihan. Di waktu yang sama, mendadak seorang tetangga datang memberikan kabar buruk. Ia memberitahukan bahwa ayah si sulung dan bungsu ditemukan tewas di tepi sungai. Hal itu langsung membuat air mata istri petani mengalir lebih deras. Ia tak bisa membayangkan bagaimana nasib mereka selanjutnya tanpa keberadaan sang suami. Namun, si sulung justru tidak terlihat sedih sedikit pun. Bagi si sulung, hidupnya kini terasa lebih tenang karena sudah tidak ada lagi ayah yang akan selalu menyuruhnya melakukan sesuatu yang tidak ia sukai. Akhir Hidup Ibunda Karena merasa kehidupan mereka sudah tak lagi bisa dipertahankan, istri sang petani pun hanya bisa memeluk putra sulungnya dan menangis kencang. Kemudian, di antara tangisannya, ia berbisik pada putranya. “Sulung, ibu sudah merasa tak sanggup lagi hidup di dunia ini. Hati ibu terasa berat jika membayangkan hidup hanya bersamamu. Lebih baik ibu menuju ke Batu Belah saja untuk menyusul ayahmu. Jagalah adikmu baik-baik,” ucap sang ibunda. Istri petani itu pun kemudian pergi meninggalkan kedua buah hatinya menuju ke batu besar yang disebut Batu Belah Batu Bertangkup di pinggir sungai. Sesampainya di sana, wanita itu mendendangkan sebuah lagu. “Batu belah batu bertangkup. Hatiku alangkah merana. Batu belah batu bertangkup. Bawalah aku serta!” Sesaat setelah lagunya selesai, angin kencang bertiup dan membuat batu itu terbelah menjadi dua. Istri sang petani pun masuk ke dalamnya kemudian batunya kembali rapat. Setelah melihat hal itu, barulah muncul penyesalan di hati sang anak sulung. Ia langsung menangis keras dan memanggil-manggil ibunya. Bahkan, ia sampai berjanji akan menuruti semua perintah ibundanya dan tak akan nakal lagi. Namun, ia hanya bisa menangisi penyesalannya karena sang ibunda kini telah menghilang ditelan batu. Baca juga Dongeng tentang Kancil, Rusa, dan Harimau yang Seru Beserta Ulasannya Unsur Intrinsik Cerita Legenda Batu Belah Batu Bertangkup dari Aceh Sumber YouTube – Firman Hadi Menarik, kan, cerita legenda Batu Belah Batu Bertangkup dari Aceh yang kami siapkan di atas? Setelah mengetahui ceritanya, di artikel ini kamu juga bisa mengetahui beberapa unsur intrinsiknya, lho! Kalau penasaran, berikut ini ulasannya! 1. Tema Tema atau inti cerita dongengnya adalah tentang anak durhaka yang tidak menurut kepada orang tuanya. Hal tersebut terlihat dari kelakukan si anak sulung yang selalu membangkang dan merugikan hidup kedua orang tuanya. 2. Tokoh dan Perwatakan Di dalam kisah ini, terdapat tiga tokoh utama yang banyak disebutkan. Mereka adalah petani, istri sang petani, dan anak sulung. Selain itu, ada beberapa tokoh pendukung di dalam kisahnya, yaitu anak bungsu dan tetangga yang menemukan jenazah sang petani. Dari segi perwatakan, sang petani memiliki sifat pekerja keras dan selalu memikirkan keluarganya. Ia selalu berusaha sekuat mungkin untuk bisa menghidupi keluarganya. Istri sang petani pun memiliki sifat yang sama, ia juga bekerja keras membantu menafkahi keluarganya. Sementara sang anak sulung memiliki sifat yang tak baik. Selain pemalas, ia juga tidak menuruti perintah kedua orang tuanya dan sering berbohong. Bahkan, ia sempat merasa senang ketika ayahnya meninggal, karena tidak perlu melakukan pekerjaan yang tidak ia sukai. 3. Latar Ada beberapa latar tempat yang disebutkan di dalam cerita legenda Batu Belah Bertangkup dari Aceh ini. Di antaranya adalah dusun di Gayo, Aceh, hutan tempat sang ayah mengecek hewan tangkapan, sungai tempat sang ayah meninggal, kediaman sang petani, dan batu besar yang ada di pinggir sungai. 4. Alur Alur yang digunakan dalam legenda Batu Belah Batu Bertangkup ini adalah maju. Kisahnya bermula saat ada keluarga petani miskin yang merasa hidupnya semakin sulit. Namun, anak sulung mereka memiliki sifat pemalas dan tidak suka membantu kedua orang tuanya. Bahkan, yang ada dia justru sering merepotkan. Konflik mulai muncul ketika sang ayah meninggal dunia karena harus melarikan diri dari babi hutan. Belum lagi sang putra sulung justru semakin sering merepotkan ibunya. Hingga akhirnya, sang ibunda memutuskan untuk masuk ke dalam batu belah batu bertangkup. 5. Pesan Moral Pesan moral yang bisa didapatkan dari cerita batu belah batu bertangkup ini adalah seorang anak sudah sepatutnya bersikap baik dan santun kepada kedua orang tuanya. Selain itu, jangan pernah membantah setiap perintah baik orang tua. Yakinlah bahwa mereka pasti ingin memberikan yang terbaik untuk buah hati tercinta. Selain intrinsik, di dalam kisah ini juga bisa ditemukan unsur ekstrinsiknya. Di antaranya adalah norma sosial, budaya, dan moral yang berlaku di masyarakat sekitar. Baca juga Cerita Rakyat Asal-Usul Gunung Semeru Beserta Ulasan Menariknya Fakta Menarik tentang Cerita Legenda Batu Belah Batu Bertangkup Sumber Wikimedia Commons Setelah mengetahui kisah dan unsur intrinsiknya, kamu bisa mengetahui fakta menariknya. Berikut ini kami sediakan ulasannya 1. Ada Versi Lainnya Selain berasal dari Aceh, rupanya ada beberapa versi cerita Batu Belah Batu Bertangkup dari daerah lain, seperti Riau atau Malaysia. Meskipun setiap versinya berbeda, tapi kurang lebih inti ceritanya masih tetap sama. Pada cerita versi Riau, tokohnya adalah seorang ibu bernama Mak Minah dan tiga anaknya. Sementara versi Malaysia memiliki tokoh Mak Tanjong yang memiliki dua anak, Melor dan Pekan. Seperti yang sudah disebutkan di atas, kisah dari ketiga versi ini kurang lebih sama. Namun, tetap ada sedikit perbedaannya. Salah satunya adalah pada versi Riau, sang ibunda dua kali masuk ke dalam batu belah. Alasannya karena ketika pertama kali masuk ke dalam batunya, ketiga anaknya sempat berjanji untuk menuruti perintah sang ibunda dan tak lagi nakal. Namun, karena janji tersebut tak ditepati, akhirnya Mak Minah kembali masuk ke dalam batu bertangkup dan tak keluar lagi. Jika perbedaan dengan versi Riau terletak pada banyaknya sang ibunda masuk ke dalam batu, pada versi Malaysia perbedaannya terletak pada alasan masuk ke batu. Alasannya karena kedua buah hatinya selalu menghabiskan seluruh makanan, tanpa mempedulikan sang ibunda yang sudah bekerja keras untuk mendapatkannya. Mereka tak menyisakan sedikit pun telur ikan untuk sang ibunda. Dengan penuh kecewa karena merasa tak lagi disayangi, Mak Melor pun memilih untuk masuk ke dalam batu betangkup dan tak pernah kembali lagi. Selain itu, perbedaan lainnya adalah, pada versi Malaysia, Batu Belah merupakan batu besar yang memiliki lubang menganga besar seperti gua. Batu tersebut kabarnya sering menelan manusia yang bersemedi di dekatnya. 2. Batu Belah Batu Bertangkup yang Asli Karena ada banyak versi cerita, tidak ada yang mengetahui dengan pasti letak Batu Belah Batu Bertangkup yang asli. Di Taman Sentosa, Malaysia, sendiri sebenarnya terdapat replika batu belah. Namun, tak ada yang mengetahui dengan pasti apakah batu tersebut ada hubungan dengan ceritanya. Selain itu, di kawasan hutan pinus Desa Peunaron, Gayo, Aceh juga terdapat lokasi wisata Batu Belah Batu Bertangkup. Namun, karena lokasinya yang jauh di tengah hutan, tidak banyak orang yang mengetahui lokasinya atau bahkan mengunjunginya. Menariknya, di Pulau Pandang, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, terdapat sebuah tempat wisata yang diberi nama Batu Belah. Nama tersebut diberikan karena bentuk batu besar tersebut memang terbelah rapi seolah dipotong dengan benda tajam. Namun, tak ada yang mengetahui apakah ada kisah lain di baliknya. Baca juga Legenda Roro Mendut dan Ulasannya, Kisah Seorang Wanita Cantik Bernasib Tragis Legenda Batu Belah Batu Bertangkup dari Aceh sebagai Cerita Sebelum Tidur Itulah tadi cerita legenda Batu Belah Batu Bertangkup yang berasal dari Aceh. Bagus dan cocok dijadikan dongeng sebelum tidur, kan? Apalagi ada pesan moral yang baik di dalamnya pula. Kalau masih ingin mencari kisah lain yang tak kalah baik, langsung saja cek artikel-artikel di PosKata. Di sini kamu bisa mendapatkan kisah hikayat Si Miskin, legenda Putri Hijau, atau cerita Kancil dan Siput. PenulisRizki AdindaRizki Adinda, adalah seorang penulis yang lebih banyak menulis kisah fiksi daripada non fiksi. Seorang lulusan Universitas Diponegoro yang banyak menghabiskan waktunya untuk membaca, menonton film, ngebucin Draco Malfoy, atau mendengarkan Mamamoo. Sebelumnya, perempuan yang mengklaim dirinya sebagai seorang Slytherin garis keras ini pernah bekerja sebagai seorang guru Bahasa Inggris untuk anak berusia dua sampai tujuh tahun dan sangat mencintai dunia anak-anak hingga sekarang. EditorNurul ApriliantiMeski memiliki latar belakang pendidikan Sarjana Pertanian dari Institut Pertanian Bogor, wanita ini tak ragu "nyemplung" di dunia tulis-menulis. Sebelum berkarier sebagai Editor dan Content Writer di Praktis Media, ia pun pernah mengenyam pengalaman di berbagai penjuru dunia maya.
Оհоյуμоζи ачисвεвոц еኘОм ε մезխфюչ
Дዉψе уսቭሻиሌет խቯቫጃА рዧ и
ጇеф у жаጾፗчեвреձПосե жаմኧη аδուцሙжዟды
Պиዪω ቷнущюዧиψωչУни рыгոсюб
Жօβևваփαви ըզխмωኁидр ኁዊ ኾшеዧብскиքև
Дрε ቀиփюմաДιл е
Guaini digelar batu belah batu bertangkup dan amat ditakuti oleh ramai penduduk kampung. Pintu gua ini boleh terbuka dan tertutup bila diseru dan sesiapa yang termasuk ke dalam gua itu tidak dapat keluar lagi. Suatu masa dahulu di sebuah kampung yang bernama pemangkat yang berdekatan dengan gua ajaib ini, tinggal Mak Tanjung bersama dua orang

Batu Belah, Batu Bertangkup The Devouring Rock January 20 - February 26, 2022 168 Suffolk Street, New York, NY 10002 Description Trotter&Sholer is excited to open our 2022 program with Azzah Sultan’s second solo exhibition. Batu Belah, Batu Bertangkup The Devouring Rock, explores and re-interprets the Malaysian folktale by the same name. Sultan’s work navigates ideas of domesticity and prescribed roles of mother and daughter within families and marriage. She is interested in craft and women in the context of de-colonisation and contemporary art. Batu Belah, Batu Bertangkup tells the story of a widowed mother who lives with her daughter and son. One morning the mother catches a Tembakul mudskipper fish full of delicious roe. She asks her daughter to cook the fish and save some roe for her. Her young son, however, is unable to resist temptation and eats his mother’s portion. When she returns to find that her son has eaten her fish and roe, and that her daughter has failed to stop him, she is distraught. Her daughter pleads for forgiveness, but her children’s perceived selfishness causes her to flee to a nearby hill where she throws herself against the side of a rock that consumes her leaving her two children without parents. The story offers a warning to children to keep their promises and be sensitive to the hardships of their parents. Sultan’s reframing of this story in six intricate patterned oil paintings with hand stitched fabric elements reimagines the events from the perspective of the daughter. Fairy and folk tales often present mothers and daughters as reflections of each other or as rivals. These tropes serve to cement women into their social places. For Sultan, this story has been about the responsibilities placed on girls and young women, and she strives to take a more critical approach to the narrative. She notes, “often in fairy tales and myths the mother daughter relationship is troubled, the mother figure is either the villain or the comfort. In Batu Belah, this is more complex, the mother is experiencing her own trauma, which is reflected through her actions and she unknowingly shifts responsibility to her daughter.” Sultan’s decision to obscure the character’s faces with hand painted batik patterns give them a sense of universality. Sultan expresses the emotions of each woman through their hands and uses their hair as a representation of their emotional state and identity. In the final painting, Not my burden to bear., we see a release and freedom and for the first time see her from the front, providing a powerful view of the full batik flower pattern Sultan placed at the center of the face. Incorporating these patterns was important to Sultan, who has an ongoing interest in craft, textiles, and traditional artistic medium. For Sultan, using loaded patterns as way to push back against the relegation of cultural, religious art or traditionally feminine crafts being to “low” art and to pull them out of the margins to the center of the contemporary art world. Trotter&Sholer is pleased to present Batu Belah, Batu Bertangkup The Devouring Rock, on view at 168 Suffolk Street, through February 26, 2022.

Chenderamatabintang. Buku ini adalah buku yang ketiga yang diterbitkan semenjak menggunakan nama 'Chenderamata Bintang' sebagai buku tahunan. Ia memuatkan rencana-rencana tentang kehidupan para bintang-bintang yang terkenal pada tahun 1959. application/pdf, 13.32 MB, 96 p., v. : ill. Kakak akan bercerita dongeng tentang legenda atu belah atu bertangkup. Pada kisah ini terlihat bahwa cinta kasih seorang Ibu tidak ada batasnya. Seorang Ibu mau mengorbankan dirinya untuk keselamatan dan kebahagiaan anak-anaknya. Dongeng Tentang Legenda Atu Belah Atu Bertangkup merupakan cerita rakyat dari Nangroe Aceh Darussalam. Cerita rakyat nusantara ini sangat terkenal di Nangroe Aceh Darussalam, dan dikisahkan dari mulut ke mulut. Penasaran dengan cerita lengkapnya? Yuk kita ikuti bersama. “Bu, aku pergi berburu dulu. Siapa tahu hari ini aku mendapat rusa untuk makanan anak-anak kita,” kata seorang pria pada istrinya. Istrinya mengangguk. “Berhati-hatilah, jangan sampai terluka,” jawabnya. Keluarga itu tinggal di sebuah desa di Tanah Gayo, Aceh. Mereka dikaruniai dua anak yang masih kecil. Mereka amat miskin, sehingga kadang dalam sehari mereka tak bisa makan dengan layak. Untuk persediaan makan, kadang sang Ayah menangkap belalang yang banyak berkeliaran di kebun. Belalang itu lalu disimpan dalam lumbung, bersama persediaan padi mereka. Sang Ayah selalu mengingatkan istrinya untuk selalu menutup pintu lumbung. Jangan sampai belalang-belalang yang ia kumpulkan dengan susah payah itu terbang keluar. Setelah sang Ayah pergi, si Ibu pun bermain-main dengan kedua anaknya. Anaknya yang sulung sudah agak besar, sedangkan yang kecil masih belajar berjalan. Hari semakin siang, tapi Ayah tak kunjung pulang. “Bu… aku lapar,” rengek si Sulung. “Tunggulah sebentar lagi, Nak. Ayahmu akan segera pulang membawa daging rusa. Kita bisa makan sepuasnya.” jawab Ibu. Si Sulung pun diam. Dalam hati ia berharap, semoga perkataan ibunya benar. Dongeng Tentang Legenda Atu Belah Atu Bertangkup Namun setelah lama menunggu, Ayah tak kunjung pulang. Si Sulung merengek lagi, “Bu… aku benar-benar lapar. Gorengkan saja beberapa belalang untukku.” Ibu menuruti permintaan anaknya itu. Ia sudah hampir beranjak ke lumbung untuk mengambil belalang, tiba-tiba si Bungsu menangis. Rupanya si Bungsu ingin menyusu. Sambil memangku anak bungsunya, Ibu berkata pada si Sulung, “Ambillah beberapa belalang agar Ibu goreng. Jangan lupa untuk menutup pintu lumbungnya, ya.” Si Sulung segera menuju lumbung. Kriiettt…. suara pintu lumbung dibuka. Dengan hati-hati ia melangkah dan mulai mencari belalang yang bersembunyi. “Aha… itu mereka,” teriaknya ketika melihat beberapa belalang be terbangan. “Hap… hap… hap…” dengan sigap si Sulung berusaha menangkap belalang itu. Namun aneh, beberapa saat kemudian, belalang-belalang itu sudah tak tampak lagi. Si Sulung heran, kemana belalang-belalang itu? Bukankah tadi mereka masih terbang di sini? Jantung si Sulung berdegup kencang. Pintu lumbung terbuka lebar! Ia lupa menutup pintu. “Aduh… mengapa aku begitu bodoh? Sekarang belalangnya kabur semua, Ayah dan Ibu pasti akan memarahiku.” Si Sulung terduduk lemas. Ia tak berani pulang ke rumah. Di rumah, Ibu menunggu si Sulung. “Mengapa lama sekali? Ada apa dengannya?” tanya Ibu dalam hati. Ibu kemudian menyusul ke lumbung. Dilihatnya pintu lumbung terbuka dan tampak si Sulung sedang duduk menangis.”Ada apa, Nak?Apa yang terjadi?” tanya ibunya cemas. “Belalang-belalang kita terbang keluar semua, Bu. Aku lupa menutup pintunya,” jawab si Sulung sambil terus terisak. Ibunya menghela napas. Suaminya pasti akan marah besar mengetahui hal ini. Namun semuanya sudah terjadi. Waktu tak bisa diputar kembali. “Sudah… sudah… ayo kita pulang. Biar Ibu yang menjelaskan pada Ayah.” Sesampainya di rumah, Ibu menyuruh si Sulung untuk makan. Hanya nasi saja, tanpa lauk pauk. Sambil memandangi kedua anaknya ia terus berpikir, apa yang akan ia katakan pada suaminya. Sore harinnya Sang suami pulang dengan wajah lesu. Ia tak membawa sedikit pun hasil buruan. Sambil menyeka keringat Ayah berkata, “Hari ini kita tidak beruntung Bu. Aku tidak mendapatkan apa-apa. Jangankan rusa, tikus pun tak terlihat olehku.” “Lagi-lagi hari ini kita harus makan belalang,” gumam si Agah. Ibu dan si Sulung saling berpandangan. Dengan berhati-hati si Ibu berkata, “Maafkan aku, Yah. Tadi waktu mengambil beras di lumbung, aku lupa menutup pintunya. Semua belalang itu kabur, jadi aku tak bisa memasaknya. Hari ini kita hanya bisa makan nasi tanpa lauk.” Ya, Ibu berbohong untuk menutupi kesalahan si Sulung. Ia tak ingin suaminga memarahi anaknya. Mendengar hal itu, Ayah langsung naik pitam. “Apa? Bukankah sudah seribu kali kukatakan jangan lupa menutup pintu lumbung?” teriaknya. “Benar Yah, tapi aku benar-benar lupa. Maafkan aku,” kata Ibu lagi. “Maaf? Seharian aku mencari makanan untuk keluarga kita, dan kau bahkan tak bisa menjaga belalang-belalang itu.” Tiba-tiba Ayah berdiri dan masuk ke kamar. Ia mengeluarkan semua baju dan kain Ibu. “Keluar kau dari rumah ini. Aku tak sudi punya istri yang tak bisa menjaga kepercayaanku!” usirnya. Si sulung terkejut. Ibu pun terkejut. “Mengapa Ayah tega mengusir Ibu? Ibu kan sudah minta maaf?” tanya si Sulung sambil menangis. “Tak usah membela ibumu, “Nak. Dia tidak layak menjadi ibumu.” jawab Agah. Hati perempuan itu sangat sakit mendengar kata-kata suaminya. Ia tak menyangka suaminya akan mengusirnya begitu saja. Namun ia tahu benar tabiat suaminya. Jika suaminya sudah berkata begitu, maka itulah yang harus terjadi. Sambil memunguti baju dan kainnya, si Ibu pamit pada kedua anaknya. “Maafkan Ibu, Nak. Ibu harus keluar dari rumah ini. Jaga diri kalian, ya?” katanya sambil mencium kedua buah hatinya. Ia berjalan tak tentu arah dan akhirnya tiba di depan sebuah batu besar yang dikenal dengan nama Atu Belah. Atu Belah adalah batu yang bisa terbelah dan menelan orang yang mendekatinya dalam keadaan sedih. Batu ini tidak menyukai orang yang bersedih. Sayangnya, si Ibu tidak mengetahui hal tersebut. Ia malah duduk di depan batu itu sambil meratapi nasibnya. Tiba-tiba, Bumi bergetar. Batu besar itu bergerak-gerak, kemudian kraakk… batu itu terbelah dua. Tanpa sempat menyadari apa yang terjadi, si Ibu sudah tertelan oleh si Atu Belah. “Ibuu… jangan tinggalkan kami… kembalilah Bu…” tiba-tiba terdengar teriakan si Sulung. Rupanya, diam-diam ia dan adiknya mengikuti Ibu. Tapi mereka terlambat, ibu mereka sudah ditelan Atu Belah. Si Sulung menangis dan menyesali kecerobohannya. Ia merasa bersalah telah menyebabkan ibunya bernasib demikian. Sambil menggendong adiknya, ia mendekati Atu Belah itu. Ia mengusap-usapnya dan berkata, “Semoga Ibu bahagia… aku sungguh menyesal telah menyusahkan Ibu. Doakan kami, supaya bisa bertahan tanpa Ibu.” Tiba-tiba dari dalam batu muncullah beberapa helai rambut Ibu. Si Sulung yakin, Ibu sengaja memberikan rambutnya untuk melindungi anak- anaknya. Si Sulung memetik tujuh lembar rambut ibunya dan menjadikannya jimat. Jimat itu ia gunakan untuk melindungi dirinya dan adiknya dari segala bahaya. “Selamat tinggal, Ibu….” Pesan moral dari Dongeng Tentang Legenda Atu Belah Atu Bertangkup adalah dengarkan nasihat kedua orangtua. Jika kamu berbuat salah, segeralah meminta maaf pada mereka. Kasih ibu sepanjang masa, ia pasti mengampuni kesalahan kita. Berlaku sebaliknya ketika kita melihat kesalahan orang lain, berjiwa besarlah untuk memaafkan.
Kisahbatu belah batu bertangkup merupakan sebuah kisah lagenda yang terkenal buat masyarakat Melayu,khususnya di negara Malaysia. Batu belah batu bertangkup mendapat nama sempena sebuah bongkah batu besar yang pada lagendanya mempunyai ruang mulut yang ternganga dan terbuka seperti sebuah gua atau batu terbelah dua,namun mengeluarkan suara yang kuat dan menyeramkan,dikatakan batu yang
Description Batu Belah Batu Bertangkup cerita rakyat 073 Keywords batu,belah,bertangkup Read the Text Version No Text Content! Pages 1 - 34 COverkazanah 3/13/12 225 AM Page 2 Antara khazanah rakyat Malaysia ialah cerita-cerita rakyat dan khazanah ini seharusnya dipelihara supaya kekal sepanjang zaman. Oleh itu, buku-buku cerita seperti ini sering diterbitkan dalam pelbagai bentuk. Judul-judul yang terdapat dalam siri ini Awang Janggut Puteri Lelasari dengan Ular Tedung Tanggang Derhaka Puteri Labu Bawang Putih Bawang Merah Batu Belah Batu Bertangkup Mahsuri Puteri Buta Z. Leman Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 1 Z. Leman Ilustrasi oleh Zaidi Yaman Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 2 Penerbitan Hartamas 23 Jalan 3/57 B, Off Jalan Segambut Bawah, Segambut, 52100 Kuala Lumpur. © Penerbitan Hartamas Purpustakaan Negara Malaysia Data Pengkatalogan-dalam-Penerbitan Z. Leman Batu belah batu bertangkup / pengarang Z. Leman. Siri khazanah cerita rakyat ISBN 983-634-250-6 set ISBN 983-034-246-8 1. Folk literature, Malay. I. Judul. II. Siri. Hak cipta terpelihara. Tiada bahagian buku ini boleh diterbitkan semula, disimpan untuk pengeluaran, ditukarkan ke dalam apa bentuk sekalipun, sama ada secara elektronik, mekanikal, penggambaran semula, perakaman ataupun sebaliknya, tanpa izin terlebih dahulu daripada Penerbitan Hartamas. Dicetak di Malaysia oleh Grand Art Printing & Packaging Sdn. Bhd. 31, Jalan Jasa Merdeka 1A, Taman Datuk Thamby Chik Karim, Batu Berendam, 75350 Melaka. Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 3 PRAKATA Antara khazanah rakyat Malaysia ialah cerita-cerita rakyat dan khazanah ini seharusnya dipelihara supaya kekal sepanjang zaman. Oleh itu, buku-buku cerita seperti ini sering diterbitkan dalam pelbagai bentuk. Kami tidak ketinggalan dalam usaha ini supaya khazanah ini terus terpelihara sepanjang masa. Generasi demi generasi dapat menghayati cerita-cerita ini yang penuh dengan nilai-nilai murni. Semoga usaha ini dapat menambahkan bahan bacaan untuk kepentingan pendidikan negara. Penerbit Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 4 Pada zaman dahulu, ada sebuah negeri bernama Cendana Puri. Negeri itu sebuah negeri yang mundur lagi. Keadaan kampung-kampungnya penuh hutan rimba. Raja yang memerintah bernama Alam Syah. Baginda disegani oleh sekalian rakyatnya. Kehidupan rakyatnya hanya bekerja sebagai petani dan nelayan. Kebanyakan mereka hidup miskin tetapi bahagia. Antara rakyat negeri itu ada seorang perempuan bernama Mak Desa. Suaminya telah meninggal dunia. Mak Desa tinggal dengan dua orang anaknya, seorang perempuan dan seorang lagi lelaki. Anak perempuan Mak Desa bernama Bunga Melor. Usianya dua belas tahun, manakala anak lelakinya pula bernama Bunga Pekan, berusia enam tahun. 1 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 5 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 6 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 7 Mak Desa dan keluarga tinggal di kampung yang terpencil. Di sekitar kampung penuh dengan hutan rimba. Kira-kira seribu langkah dari rumah mereka, ke arah barat terdapat sebuah batu besar. Kononnya, batu itu berpuaka dan boleh menyedut manusia. Semua orang takut hendak pergi ke situ. Selama ini tiada seorang pun berani mendekati batu itu. Batu berpuaka ini diberi nama Batu Belah Batu Bertangkup. Keluarga Mak Desa sangat miskin. Rumah mereka buruk. Setiap hari, mereka bercucuk tanam untuk hidup. Kadang- kadang Mak Desa menangguk ikan di paya untuk dibuat lauk. Melur dan Pekan sedar akan kemiskinan hidup mereka itu. Oleh itu, mereka selalu menolong ibunya membuat bermacam-macam pekerjaan. Rumah jiran-jiran mereka agak jauh juga dari situ. 4 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 8 Pada suatu hari, Mak Desa hendak pergi menangguk ikan. Dia pun bersiap- siap. “Melur, Pekan, tinggallah di rumah baik-baik. Mak hendak pergi menangguk ikan,” kata Mak Desa kepada anak- anaknya itu. Kedua-dua adik-beradik itu gembira mendengar kata-kata ibu. Mereka berharap ibu mereka akan membawa pulang ikan-ikan yang besar. Sebentar kemudian, Mak Desa menuju ke sebuah kawasan paya. Di situ memang terdapat banyak ikan. Mak Desa sudah biasa menangguk ikan di paya itu. Mak Desa menangguk ikan ber- sendirian. Dia bekerja bersungguh-sungguh. Nasibnya kali ini agak baik kerana mendapat beberapa ekor ikan. Hatinya berasa sangat gembira. 5 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 9 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 10 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 11 Namun Mak Desa terus nenangguk lagi. Dia mahu menangkap ikan seberapa banyak yang boleh. Tiba-tiba, dia melihat ada seekor ikan tembakul di dalam tangguknya itu. “Oh, bertuahnya aku! Ikan ini sedang bertelur nampaknya,” kata Mak Desa. Dia membelek-belek ikan tersebut. Kemudian dia membuat keputusan untuk pulang. “Ikan apa itu mak?” tanya Pekan ketika ibunya sedang mempersiang ikan yang bertelur itu. Pekan suka melihat telur-telur ikan tersebut. “Inilah ikan tembakul namanya,” beritahu Mak Desa dengan senang hati. “Tentu telur-telur ikan itu sedap rasanya jika digoreng,” kata Melur pula. “Ya, mak akan goreng ikan ini,” kata Mak Desa. 8 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 12 Selesai sudah Mak Desa menggoreng telur-telur ikan tembakul itu. Diasingkan sebahagian untuk dimakan oleh anak- anaknya itu. Ada beberapa ketul lagi disimpannya di atas para untuknya. “Sedapnya telur ikan ini,” Pekan makan dengan gelojohnya. Sekejap sahaja telur-telur ikan goreng itu habis dimakan bersama-sama kakaknya. Ada pun Mak Desa masih terasa penat. Oleh itu dia tidak berselera untuk makan. Dia pun pergi berehat. Ketika dia berehat, rupa-rupanya dia terus terlelap. “Ah, mak aku sudah tidur! Aku hendak tengok telur goreng simpannya, itu,” kata Pekan. Rupa-rupanya, dia belum puas makan telur-telur ikan tembakul itu. 9 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 13 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 14 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 15 Akhirnya, telur ikan tembakul di atas para ditemui. Tanpa diketahui oleh sesiapa, Pekan makan telur itu sehingga habis. Setelah kenyang, dia berpura-pura tidur. Mak Desa mula berasa lapar. Dia teringat akan telur goreng yang disimpan- nya itu. Dia pun pergi ke dapur untuk mengambil telur itu tetapi telur itu tidak ada lagi. “Siapa yang makan telur-telur goreng ini?” tanya Mak Desa kepada anak- anaknya. Tiada seorang pun mengaku. Melur dan Pekan tuduhmenuduh di antara satu sama lain. Hati Mak Desa berasa sangat sedih. “Kamu berdua ni memang tidak sayang kepada mak, kempunan Mak tidak dapat makan telur ikan tembakul,” kata Mak Desa berasa kesal dengan sikap anak-anaknya itu. 12 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 16 Air mata si ibu berlinangan. Tiba-tiba sahaja dia menjadi benci melihat anak- anaknya sendiri. “Oh, aku adalah ibu yang malang. Anak-anak tidak sayang kepada aku lagi!” kata Mak Desa dengan suara yang pilu. Kemudian Mak Desa meninggalkan rumah. Dia mahu membawa dirinya yang malang itu. Si ibu berjalan meredah hutan rimba. Air matanya terus berlinang. Dia tidak tahu ke mana arah tujuannya. “Mak! Mak! Jangan tinggalkan kami!” teriak Melur dan Pekan bertangisan. Mereka mengejar ibu mereka. Namun begitu, Mak Desa tidak menghiraukan mereka lagi. Bagi Mak Desa, perbuatan anak-anaknya amat melukakan hatinya. 13 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 17 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 18 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 19 Dari jauh si ibu terdengar ada suara memanggil-manggil namanya. Dia pun berlari mendapatkan suara itu. “Mari ke sini! Mari ke sini, Mak Desa!” kedengaran suara itu memanggil-manggil. Sebenarnya, itu adalah suara Batu Belah Batu Bertangkup. Kemudian Mak Desa berkata, “Batu Belah Batu Bertangkup, telanlah aku hidup-hidup, aku kempunan telur ikan tembakul!” Mendengar rintihan itu, batu berpuaka itu pun bergegar serta berbunyi garang. Ia mahu menyedut Mak Desa. Mak Desa terus berkata lagi, “Batu Belah Batu Bertangkup, telanlah aku hidup- hidup, aku kempunan telur ikan tembakul!” Melur dan Pekan terus mengejar ibu mereka. “Mak! Mak! Jangan tinggalkan kami!” kata mereka merayu-rayu. 16 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 20 Sebentar kemudian si ibu berada di hadapan batu berpuaka tersebut. Ketika itu, mulut batu itu terbuka luas. Mak Desa benar-benar sudah berputus asa. Kesudahannya Mak Desa masuk juga ke dalam mulut Batu Belah Batu Bertangkup. Batu berpuaka itu pun tertutup semula. Melur dan Pekan tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka hanya menangis. “Adik ku Pekan, mak telah menjadi korban batu berpuaka ini,” kata Melur. “Kak, ibu kita tidak ada lagi, kemanakah kita harus pergi?” tanya Pekan pula. “Kita tunggu mak di sini dik,” jawab Melur. Kedua-dua mereka terus teresak- esak. Mereka duduk menunggu di situ hingga menjelang malam. 17 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 21 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 22 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 23 Pada malam itu, ketika sedang tidur, Melur bermimpikan ibunya yang memberitahu sesuatu. “Anak-anakku, tinggalkan tempat ini dan mulakan hidup baru. Kamu berdua akan mendapat sesuatu yang baik nanti,” pesan si ibu itu. Kemudian ibu mereka berpesan lagi, “Jika kamu dalam kesusahan, datanglah ke sini. Mak boleh tolong kamu berdua.” Pada keesokan harinya, Melur cuba menyempurnakan pesanan itu. Dia mengajak adiknya pergi merantau. “Manalah tahu hidup kita berdua lebih baik, dik,” kata Melur penuh harapan. Pekan bersetuju. Akhirnya, mereka berdua pun meninggalkan batu berpuaka itu. Mereka berjalan menghala ke arah barat. 20 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 24 Sudah terlalu jauh mereka berdua berjalan. Mereka berasa sedih. Apabila sampai di suatu tempat, tiba-tiba mereka bertemu dengan seorang wanita tua. Dia adalah nenek kebayan yang baik hati. “Wahai cucu-cucu berdua! Ke manakah kamu hendak pergi?” tanya nenek kebayan kepada Melur dan Pekan. Wanitu tua itu menggembirakan kedua adik-beradik itu. Melur menceritakan kejadian yang berlaku ke atas mereka berdua. Nenek kebayan berasa simpati dan ingin menolong mereka. “Jika begitu, tinggallah bersama- sama nenek. Nenek pun tinggal seorang diri,” kata nenek kebayan memujuk. 21 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 25 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 26 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 27 Pelawaan itu diterima dengan senang hati. Sejak itu, tinggallah Melur dan Pekan di pondok nenek kebayan. Pekerjaan nenek kebayan adalah menjual bunga-bungaan. Melur dan Pekan turut menolongnya. “Kadang-kadang nenek menjual bunga sampai ke istana raja,” beritahu nenek kebayan tentang pekerjaanya. Tahun demi tahun berganti. Akhirnya, Melur menjadi gadis remaja, manakala Pekan pula menjadi seorang pemuda yang kacak. Nenek kebayan gembira kerana mereka berdua telah dewasa. Hidup nenek kebayan juga ber- tambah senang. Melur dan Pekan banyak menolongnya dalam setiap pekerjaannya. 24 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 28 Pada suatu hari, heboh berita tentang puteri Raja tidak sedarkan diri. Ramai bomoh dan dukun cuba menyembuh- kannya, namun tidak berjaya. Raja Alam Syah serta permaisuri benar-benar berasa bimbang. “Jika ada sesiapa dapat menyembuh- kan puteri beta ini, segala permintaannya akan beta tunaikan,” kata Raja Alam Syah membuat janji. Ramai orang cuba menyembuhkan puteri tetapi gagal. Kemudian Pekan tampil. Melur menyuruhnya membawa tuan Puteri ke Batu Belah Batu Bertangkup. “Di sana nanti mungkin tuan Puteri dapat disembuhkan,” kata Pekan kepada baginda Raja. Raja Alam Syah bersetuju. Mereka membawa tuan Puteri ke tempat yang disebutkan. 25 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 29 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 30 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 31 Di hadapan Batu Belah Batu Bertangkup, Pekan dan Melur pun berseru. “Mak! Anakmu datang mengharapkan pertolongan. Puteri Raja tidak sedarkan diri.” Serta-merta batu itu terbuka luas. Kedengaran suara Mak Desa menyuruh Pekan membawa tuan Puteri masuk ke dalam. Orang yang berada di situ menjadi cemas. Apabila tuan Puteri dibawa keluar tuan Puteri telah sembuh. Raja Alam Syah sangat gembira. Begitu juga permaisuri. Mereka terhutang budi kepada Pekan dan juga Melur yang berjasa itu. “Pemuda ini memang padan jika dijodohkan dengan puteri kita itu,” kata baginda Raja. Permaisurinya bersetuju. Akhirnya Pekan berkahwin dengan puteri Raja yang jelita. Mereka hidup bahagia. Melur dan nenek kebayan dibawa tinggal di Istana yang indah itu. 28 Batu Belah1 3/13/12 1204 AM Page 32 Jawab soalan-soalan di bawah ini 1. Bagimanakah kehidupan rakyat di negeri Cendana Puri dan apakah pekerjaan mereka? 2. Siapakah penduduk miskin di negeri Cendana Puri? 3. Tidak jauh dari rumah tiga beranak itu terdapat batu besar berpuaka. Apakah nama batu berpuaka itu? 4. Apakah yang menyebabkan Mak Desa ditelan batu berpuaka itu? 5. Pada malam itu, Melur bermimpi. Siapakah yang muncul dalam mimpinya? 6. Siapakah yang ditemui oleh Melur dan Pekan dalam perjalanan menuju ke batu puaka itu? 7. Apakah pekerjaan nenek tempat Melur dan Pekan menumpang tinggal? 8. Apakah yang telah berlaku kepada Puteri Raja? 9. Dalam keadaan yang genting itu, siapakah yang tampil menghadap Raja? 10. Ke manakah Tuan Puteri itu dibawa untuk mengubati penyakitnya? 29 Batu Belah Batu Bertangkup cerita rakyat 073 The book owner has disabled this books. Explore Others
Guaini digelar batu belah batu bertangkup dan amat ditakuti oleh ramai penduduk kampung. Pintu gua ini boleh terbuka dan tertutup bila diseru dan sesiapa yang termasuk ke dalam gua itu tidak dapat keluar lagi. Suatu masa dahulu di sebuah kampung yang berdekatan dengan gua ajaib ini, tinggal Mak Tanjung bersama dua orang anaknya, Melur dan Pekan.
Cerita Rakyat Indonesia yang paling popular dikalangan masyarakat Indonesia pernah kami tulis dalam posting Cerita Rakyat Indonesia Paling Populer Dari Pulau Jawa. Kali ini kami memposting salah satu dari contoh cerita rakyat nusantara yang paling menarik. Cerita rakyat pendek ini mengisahkan seorang Ibu yang hidup dengan kedua anaknya. Yuk kita ikuti kisahnya bersama-sama. Pada zaman dahulu, di sebuah desa. Tinggallah seorang Janda yang bernama Mbok Minah. Ia tinggal dengan kedua anaknya. Anak yang pertama seorang Laki-laki dan anak Mbok Minah yang ke dua seorang perempuan. Contoh Cerita Rakyat Indonesia Legenda Batu Batangkup Mbok Minah selalu bekerja keras untuk menghidupi kedua anaknya. Ia selalu pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar dan di jual ke pasar. Hasil dari penjualannya tersebut di gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kedua anaknya sangat nakal dan pemalas. Kerjaannya hanya main-main saja. Mereka tidak pernah membantu Mbok Minah. Mereka selalu membantah perkataan emaknya dan membuat Mbok Minah sedih dan menangis. Mbok Minah sudah tua dan sakit-sakitan. Namun, kedua anaknya selalu bermain tanpa mengenal waktu dan kadang sampai larut malam. Mak Minah sering menangis dan meratapi dirinya. “Yaaa Tuhan, hamba. Sadarkanlah anak hamba yang tidak pernah ingin menghormati ibunya,” Mbok Minah berdoa di antara tangisnya. Pada suatu hari. Mbok Minah memanggil kedua anaknya. Namun, Kedua anaknya tidak menghiraukan panggilan ibunya tersebut malah asik bermain. Mbok Minah pun terus memanggil kedua anaknya. Dan tetap sama, mereka sama sekali tidak menghiraukan panggilannya. Akhirnya, mbok Minah pergi ke dapur untuk membuatkan makanan, meskipun badannya terasa sangat lemas. Tidak lama kemudian, makanan sudah siap. Mbok Minah segera memanggil kedua anaknya. ’ Anak-anakku ayo pulang. Makanan sudah siap.’’ Ujar Mbok Minah. Mendengar makanan sudah siap, mereka langsung berlari menuju dapur. Mereka makan dengan sangat lahap dan menghabiskan semua makanan tanpa menyisakan sedikitpun untuk emaknya. Mbok Minah menahan rasa laparnya. Kedua anaknya kembali bermain dan sama sekali tidak membantu Mbok Minah mencuci piring. Ketika malam semakin larut. Sakitnya Mbok Minah semakin parah. Namun, anaknya sama sekali tidak mempedulikannya sampai Mbok Minah tertidur sangat lelap. Suatu hari. Mbok Minah menyiapkan makanan yang sangat banyak untuk kedua anaknya. Setelah itu, Mbok Minah langsung pergi ke tepi sungai mendekati sebuah batu. batu tersebut dapat berbicara. Batu tersebut juga bisa membuka lalu menutup kembali seperti karang. Orang-orang di desa tersebut menyebutnya Batu Batangkup Mbok Minah mendatangi Batu Batangkup dengan perasaan sangat sedih. ’ Wahai Batu yang dapat bicara. Saya sudah tidak sanggup hidup dengan kedua anak yang sudah durhaka kepada orang tuanya. Kedua anak yang tidak pernah mempedulikan keberadaanku dan tidak pernah menghormati orang tuanya. Aku mohon. Tolong telanlah aku sekarang juga.’’ Kata Mbok Minah menangis. ’ Apakah engkau tidak menyesal dengan permintaan mu ini Mbok Minah? Bagaimana nasib kedua anakmu nanti?’’ jawab Batu Batangkup. ’ Aku tidak akan pernah menyesal. Mereka bisa hidup sendiri. Mereka juga tidak pernah menganggapku dan peduli pada emaknya.’’ Kata Mbok Minah. ’ Baiklah Mbok Minah. Jika itu mau mu. Akan aku kabulkan.’’ Dalam sekejap, Batu Batangkup langsung menelan Mbok Minah, dan meninggalkan rambut panjangnya. Kedua anaknya pun merasa heran. Karena tidak bertemu dengan emaknya dari pagi. Namun, mereka tetap tidak mempedulikan emaknya. Karena makanan yang lumayan banyak. Mereka hanya makan dan kembali bermain. Namun, setelah dua hari makanan pun habis. Mereka mulai kebingungan dan mulai merasa lapar. Sudah dua hari berlalu. Namun, emaknya belum juga kembali Keesokkan harinya, mereka mencari Mbok Minah sampai menjelang malam. Namun, tidak bisa menemuka emaknya. Keesokkan harinya lagi. Mereka mencari di sekita sungai. Mereka melihat Batu Batangkup dan melihat ujung rambut Mbok Minah yang terurai. Mereka segera berlari menghampiri Batu Batangkup tersebut. ’ Wahai Batu Batangkup. Tolong keluarkan emak kami. Kami sangat membutuhkan emak kami.’’ Ratap mereka sedih. ’ Tidak!! Aku tidak akan mengeluarkan Mbok Minah keluar dari perutku. Kalian membutuhkannya karena lapar. Kalian tidak menyayangi dan menghormati emak kalian.’’ Jawab Batu Batankup. “Kami berjanji akan membantu, menyayangi dan menghormati emak,” janji mereka. Akhirnya emak dikeluarkan dari perut Batu Batangkup. Namun, tindakan mereka hanya sebentar. Setelah itu mereka kembali pada kebiasaan lamanya, pemalas, tidak mau membantu emaknya, tidak menghargai dan menghormati orang tua. Dan kerjaannya hanya bermain dan bermain. Mbok Minah merasa sangat sedih karena kejadian sebelumnya terulang kembali. Ia pun memutuskan kembali untuk di telan oleh Batu Batangkup. Namun, kedua anaknya asik bermain dari pagi sampai menjelang sore. Mereka pun menyadari dan tidak melihat emaknya. Keesokan harinya, mereka mendatangi Batu Batangkup dan kembali menangis dan memohon agar emaknya di keluarkan kembali. Namun, Batu Batangkup sangat marah. ’ Kalian anak-anak yang tidak tahu di untung. Kalian hanya anak nakal yang bisanya Cuma main dan main. Sekarang penyesalan kalian tidak aka nada gunanya.’’ Kata Batu Batangkup dengan nada tinggi. Batu Batangkup pun langsung menelan kedua anak nakal tersebut masuk kedalam tanah. Mereka pun sampai sekarang tidak pernah kembali. Pesan moral dari Cerita Rakyat Indonesia Batu Batangkup adalah hormati dan sayangi kedua orang tuamu karena kesuksesan dan kebahagianmu dimasa depan akan sangat tergantung dari doa mereka. Ikuti koleksi cerita rakyat menarik lainnya pada posting berikut ini Dongeng Cerita Rakyat Indonesia Cindelaras dan 5 Cerita Rakyat Fabel Nusantara Dongeng Sebelum Tidur
Ceritamengenai batu belah batu bertangkup yang berpuaka itu bagaimanapun adalah tidak tepat dari segi sejarah. Sebenarnya, sebelumnya terdapat sebatang pokok Binjai yang berpuaka dan bukannya batu bertangkup sebagaimana diperkatakan dari mulut ke mulut sebelum ini. Pokok Binjai tersebut dipercayai didiami makhluk halus (jin) dan sering
Antara khazanah rakyat Malaysia ialah cerita-cerita rakyat dankhazanah ini seharusnya dipelihara supaya kekal sepanjang zaman. Oleh itu, buku-buku cerita seperti ini sering diterbitkan dalam pelbagai yang terdapat dalam siri ini Awang Janggut Puteri Lelasari dengan Ular Tedung Tanggang Derhaka Puteri Labu Bawang Putih Bawang Merah Batu Belah Batu Bertangkup Mahsuri Puteri ButaZ. LemanZ. LemanIlustrasi oleh Zaidi YamanPenerbitan Hartamas23 Jalan 3/57 B,Off Jalan Segambut Bawah,Segambut, 52100 Kuala Lumpur.© Penerbitan HartamasPurpustakaan Negara Malaysia Data Pengkatalogan-dalam-PenerbitanZ. Leman Batu belah batu bertangkup / pengarang Z. Leman. Siri khazanah cerita rakyat ISBN 983-634-250-6 set ISBN 983-034-246-8 1. Folk literature, Malay. I. Judul. II. Siri. cipta terpelihara. Tiada bahagian buku ini boleh diterbitkansemula, disimpan untuk pengeluaran, ditukarkan ke dalam apa bentuksekalipun, sama ada secara elektronik, mekanikal, penggambaransemula, perakaman ataupun sebaliknya, tanpa izin terlebih dahuludaripada Penerbitan Hartamas. Dicetak di Malaysia oleh Grand Art Printing & Packaging Sdn. Bhd. 31, Jalan Jasa Merdeka 1A, Taman Datuk Thamby Chik Karim, Batu Berendam, 75350 khazanah rakyat Malaysia ialah cerita-ceritarakyat dan khazanah ini seharusnya dipelihara supayakekal sepanjang zaman. Oleh itu, buku-buku ceritaseperti ini sering diterbitkan dalam pelbagai bentuk. Kami tidak ketinggalan dalam usaha ini supayakhazanah ini terus terpelihara sepanjang demi generasi dapat menghayati cerita-ceritaini yang penuh dengan nilai-nilai murni. Semoga usaha ini dapat menambahkan bahanbacaan untuk kepentingan pendidikan zaman dahulu, ada sebuah negeribernama Cendana Puri. Negeri itu sebuahnegeri yang mundur lagi. Keadaankampung-kampungnya penuh hutanrimba. Raja yang memerintah bernamaAlam Syah. Baginda disegani oleh sekalianrakyatnya. Kehidupan rakyatnya hanya bekerjasebagai petani dan nelayan. Kebanyakanmereka hidup miskin tetapi bahagia. Antara rakyat negeri itu ada seorangperempuan bernama Mak Desa. Suaminyatelah meninggal dunia. Mak Desa tinggaldengan dua orang anaknya, seorangperempuan dan seorang lagi lelaki. Anak perempuan Mak Desa bernamaBunga Melor. Usianya dua belas tahun,manakala anak lelakinya pula bernamaBunga Pekan, berusia enam tahun. 1Mak Desa dan keluarga tinggal dikampung yang terpencil. Di sekitarkampung penuh dengan hutan seribu langkah dari rumahmereka, ke arah barat terdapat sebuahbatu besar. Kononnya, batu itu berpuakadan boleh menyedut manusia. Semua orang takut hendak pergi kesitu. Selama ini tiada seorang pun beranimendekati batu itu. Batu berpuaka inidiberi nama Batu Belah Batu Bertangkup. Keluarga Mak Desa sangat mereka buruk. Setiap hari, merekabercucuk tanam untuk hidup. Kadang-kadang Mak Desa menangguk ikan dipaya untuk dibuat lauk. Melur dan Pekan sedar akankemiskinan hidup mereka itu. Oleh itu,mereka selalu menolong ibunya membuatbermacam-macam pekerjaan. Rumahjiran-jiran mereka agak jauh juga darisitu. 4Pada suatu hari, Mak Desa hendakpergi menangguk ikan. Dia pun bersiap-siap. “Melur, Pekan, tinggallah di rumahbaik-baik. Mak hendak pergi menanggukikan,” kata Mak Desa kepada anak-anaknya itu. Kedua-dua adik-beradik itu gembiramendengar kata-kata ibu. Merekaberharap ibu mereka akan membawapulang ikan-ikan yang besar. Sebentar kemudian, Mak Desamenuju ke sebuah kawasan paya. Di situmemang terdapat banyak ikan. Mak Desasudah biasa menangguk ikan di paya itu. Mak Desa menangguk ikan ber-sendirian. Dia bekerja kali ini agak baik keranamendapat beberapa ekor ikan. Hatinyaberasa sangat gembira. 5Namun Mak Desa terus nenangguklagi. Dia mahu menangkap ikan seberapabanyak yang boleh. Tiba-tiba, dia melihatada seekor ikan tembakul di dalamtangguknya itu. “Oh, bertuahnya aku! Ikan inisedang bertelur nampaknya,” kata MakDesa. Dia membelek-belek ikan dia membuat keputusan untukpulang. “Ikan apa itu mak?” tanya Pekanketika ibunya sedang mempersiang ikanyang bertelur itu. Pekan suka melihattelur-telur ikan tersebut. “Inilah ikan tembakul namanya,”beritahu Mak Desa dengan senang hati. “Tentu telur-telur ikan itu sedaprasanya jika digoreng,” kata Melur pula. “Ya, mak akan goreng ikan ini,” kataMak Desa. 8Selesai sudah Mak Desa menggorengtelur-telur ikan tembakul itu. Diasingkansebahagian untuk dimakan oleh anak-anaknya itu. Ada beberapa ketul lagidisimpannya di atas para untuknya. “Sedapnya telur ikan ini,” Pekanmakan dengan gelojohnya. Sekejapsahaja telur-telur ikan goreng itu habisdimakan bersama-sama kakaknya. Ada pun Mak Desa masih terasapenat. Oleh itu dia tidak berselera untukmakan. Dia pun pergi berehat. Ketika diaberehat, rupa-rupanya dia terus terlelap. “Ah, mak aku sudah tidur! Akuhendak tengok telur goreng simpannya,itu,” kata Pekan. Rupa-rupanya, dia belumpuas makan telur-telur ikan tembakul itu. 9Akhirnya, telur ikan tembakul di ataspara ditemui. Tanpa diketahui olehsesiapa, Pekan makan telur itu sehinggahabis. Setelah kenyang, dia berpura-puratidur. Mak Desa mula berasa lapar. Diateringat akan telur goreng yang disimpan-nya itu. Dia pun pergi ke dapur untukmengambil telur itu tetapi telur itu tidakada lagi. “Siapa yang makan telur-telur gorengini?” tanya Mak Desa kepada anak-anaknya. Tiada seorang pun dan Pekan tuduhmenuduh di antarasatu sama lain. Hati Mak Desa berasa sangat sedih.“Kamu berdua ni memang tidak sayangkepada mak, kempunan Mak tidakdapat makan telur ikan tembakul,” kataMak Desa berasa kesal dengan sikapanak-anaknya itu. 12Air mata si ibu berlinangan. Tiba-tibasahaja dia menjadi benci melihat anak-anaknya sendiri. “Oh, aku adalah ibu yangmalang. Anak-anak tidak sayang kepadaaku lagi!” kata Mak Desa dengan suarayang pilu. Kemudian Mak Desa meninggalkanrumah. Dia mahu membawa dirinya yangmalang itu. Si ibu berjalan meredah hutan matanya terus berlinang. Dia tidaktahu ke mana arah tujuannya. “Mak! Mak! Jangan tinggalkan kami!”teriak Melur dan Pekan mengejar ibu mereka. Namunbegitu, Mak Desa tidak menghiraukanmereka lagi. Bagi Mak Desa, perbuatananak-anaknya amat melukakan hatinya. 13Dari jauh si ibu terdengar ada suaramemanggil-manggil namanya. Dia punberlari mendapatkan suara itu. “Mari kesini! Mari ke sini, Mak Desa!” kedengaransuara itu memanggil-manggil. Sebenarnya, itu adalah suara BatuBelah Batu Bertangkup. Kemudian MakDesa berkata, “Batu Belah BatuBertangkup, telanlah aku hidup-hidup,aku kempunan telur ikan tembakul!” Mendengar rintihan itu, batuberpuaka itu pun bergegar serta berbunyigarang. Ia mahu menyedut Mak Desa terus berkata lagi, “Batu BelahBatu Bertangkup, telanlah aku hidup-hidup, aku kempunan telur ikantembakul!” Melur dan Pekan terus mengejar ibumereka. “Mak! Mak! Jangan tinggalkankami!” kata mereka merayu-rayu. 16Sebentar kemudian si ibu berada dihadapan batu berpuaka tersebut. Ketikaitu, mulut batu itu terbuka luas. Mak Desabenar-benar sudah berputus asa. Kesudahannya Mak Desa masukjuga ke dalam mulut Batu Belah BatuBertangkup. Batu berpuaka itu puntertutup semula. Melur dan Pekan tidakdapat berbuat apa-apa. Mereka hanyamenangis. “Adik ku Pekan, mak telah menjadikorban batu berpuaka ini,” kata Melur. “Kak, ibu kita tidak ada lagi,kemanakah kita harus pergi?” tanyaPekan pula. “Kita tunggu mak di sini dik,” jawabMelur. Kedua-dua mereka terus teresak-esak. Mereka duduk menunggu di situhingga menjelang malam. 17Pada malam itu, ketika sedangtidur, Melur bermimpikan ibunya yangmemberitahu sesuatu. “Anak-anakku,tinggalkan tempat ini dan mulakan hidupbaru. Kamu berdua akan mendapatsesuatu yang baik nanti,” pesan si ibu itu. Kemudian ibu mereka berpesan lagi,“Jika kamu dalam kesusahan, datanglahke sini. Mak boleh tolong kamu berdua.” Pada keesokan harinya, Melur cubamenyempurnakan pesanan itu. Diamengajak adiknya pergi merantau.“Manalah tahu hidup kita berdua lebihbaik, dik,” kata Melur penuh harapan. Pekan bersetuju. Akhirnya, merekaberdua pun meninggalkan batu berpuakaitu. Mereka berjalan menghala ke arahbarat. 20Sudah terlalu jauh mereka berduaberjalan. Mereka berasa sedih. Apabilasampai di suatu tempat, tiba-tiba merekabertemu dengan seorang wanita tua. Diaadalah nenek kebayan yang baik hati. “Wahai cucu-cucu berdua! Kemanakah kamu hendak pergi?” tanyanenek kebayan kepada Melur dan Pekan. Wanitu tua itu menggembirakankedua adik-beradik itu. Melur menceritakankejadian yang berlaku ke atas merekaberdua. Nenek kebayan berasa simpatidan ingin menolong mereka. “Jika begitu, tinggallah bersama-sama nenek. Nenek pun tinggal seorangdiri,” kata nenek kebayan memujuk. 21Pelawaan itu diterima dengansenang hati. Sejak itu, tinggallah Melurdan Pekan di pondok nenek nenek kebayan adalah menjualbunga-bungaan. Melur dan Pekan turutmenolongnya. “Kadang-kadang nenek menjualbunga sampai ke istana raja,” beritahunenek kebayan tentang pekerjaanya. Tahun demi tahun Melur menjadi gadis remaja,manakala Pekan pula menjadi seorangpemuda yang kacak. Nenek kebayangembira kerana mereka berdua telahdewasa. Hidup nenek kebayan juga ber-tambah senang. Melur dan Pekan banyakmenolongnya dalam setiap pekerjaannya. 24Pada suatu hari, heboh berita tentangputeri Raja tidak sedarkan diri. Ramaibomoh dan dukun cuba menyembuh-kannya, namun tidak berjaya. Raja AlamSyah serta permaisuri benar-benar berasabimbang. “Jika ada sesiapa dapat menyembuh-kan puteri beta ini, segala permintaannyaakan beta tunaikan,” kata Raja Alam Syahmembuat janji. Ramai orang cuba menyembuhkanputeri tetapi gagal. Kemudian Pekantampil. Melur menyuruhnya membawatuan Puteri ke Batu Belah Batu Bertangkup. “Di sana nanti mungkin tuan Puteridapat disembuhkan,” kata Pekan kepadabaginda Raja. Raja Alam Syah membawa tuan Puteri ke tempatyang disebutkan. 25Di hadapan Batu Belah BatuBertangkup, Pekan dan Melur pun berseru.“Mak! Anakmu datang mengharapkanpertolongan. Puteri Raja tidak sedarkandiri.” Serta-merta batu itu terbuka suara Mak Desa menyuruhPekan membawa tuan Puteri masuk kedalam. Orang yang berada di situ menjadicemas. Apabila tuan Puteri dibawa keluartuan Puteri telah sembuh. Raja Alam Syah sangat juga permaisuri. Mereka terhutangbudi kepada Pekan dan juga Melur yangberjasa itu. “Pemuda ini memang padan jikadijodohkan dengan puteri kita itu,” katabaginda Raja. Permaisurinya bersetuju. Akhirnya Pekan berkahwin denganputeri Raja yang jelita. Mereka hidupbahagia. Melur dan nenek kebayandibawa tinggal di Istana yang indah itu. 28Jawab soalan-soalan di bawah ini1. Bagimanakah kehidupan rakyat di negeri Cendana Puri dan apakah pekerjaan mereka?2. Siapakah penduduk miskin di negeri Cendana Puri?3. Tidak jauh dari rumah tiga beranak itu terdapat batu besar berpuaka. Apakah nama batu berpuaka itu?4. Apakah yang menyebabkan Mak Desa ditelan batu berpuaka itu?5. Pada malam itu, Melur bermimpi. Siapakah yang muncul dalam mimpinya?6. Siapakah yang ditemui oleh Melur dan Pekan dalam perjalanan menuju ke batu puaka itu?7. Apakah pekerjaan nenek tempat Melur dan Pekan menumpang tinggal?8. Apakah yang telah berlaku kepada Puteri Raja?9. Dalam keadaan yang genting itu, siapakah yang tampil menghadap Raja?10. Ke manakah Tuan Puteri itu dibawa untuk mengubati penyakitnya? 29
FKWclm. 339 494 162 313 31 195 293 394 124

cerita batu belah batu bertangkup